banner ads

SEJARAH BERDIRINYA STASIUN TANJUNG PRIOK


Stasiun Tanjung Priok
Stasiun Tanjung Priok adalah salah satu stasiun tua yang terletak di seberang Pelabuhan Tanjung PriokJakarta Utara. Memiliki langgam bangunan art deco, stasiun ini termasuk salah satu bangunan tua yang dijadikan cagar budaya DKI Jakarta.

Sejarah


Stasiun Tanjung Priok tempo doeloe.
Keberadaan Stasiun Tanjung Priok tidak dapat dipisahkan dengan ramainya Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan kebanggan masa Hindia Belanda itu, dan bahkan berperan sebagai pintu gerbang kota Batavia serta Hindia Belanda.
Bandar pelabuhan yang dibangun pada 1877 di masa Gubernur Jendral Johan Wilhelm van Lansberge yang berkuasa di Hindia-Belanda pada tahun 1875-1881 itu semakin mengukuhkan perannya sebagai salah satu pelabuhan paling ramai di Asia setelah dibukanya Terusan Suez.
Stasiun Tanjung Priok menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan Batavia yang berada di selatan. Alasan pembangunan ini karena pada masa lalu wilayah Tanjung Priok sebagian besar adalah hutan dan rawa-rawa yang berbahaya sehingga dibutuhkan sarana transportasi yang aman pada saat itu (kereta api). Pada akhir abad ke-19pelabuhan Jakarta yang semula berada di daerah sekitar Pasar Ikan tidak lagi memadai, dan Belanda membangun fasilitas pelabuhan baru di Tanjung Priok.
Stasiun ini dibangun tepatnya pada tahun 1914 pada masa Gubernur Jendral A.F.W. Idenburg (1909-1916). Untuk menyelesaikan stasiun ini, diperlukan sekitar 1.700 tenaga kerja dan 130 di antaranya adalah pekerja berbangsa Eropa.
Bahkan sejak diselesaikannya stasiun ini, telah timbul protes mengenai "pemborosan" yang dilakukan dalam pembangunan stasiun ini. Dengan 8 peron, stasiun ini amatlah besar, dan nyaris sebesar Stasiun Jakarta Kota yang pada masa itu bernama Batavia Centrum. Sementara, kereta api-kereta api kapal yang menghubungkan kota-kota seperti Bandung dengan kapal-kapal Stoomvaart Maatschappij Nederland dan Koninklijke Rotterdamsche Lloyd langsung menuju ke dermaga pelabuhan dan tidak menggunakan stasiun ini. Stasiun ini terutama hanya digunakan untuk kereta rel listrik yang mulai digunakan di sekitar Batavia pada tahun 1925.

Keadaan terkini


Emplasemen, dengan lok BB 306-08dipanaskan

Lobi dan loket karcis

Sudut kanan depan stasiun
Menjelang awal abad ke-21, kondisinya sempat tidak terawat. Meskipun demikian, stasiun peninggalan pemerintah Hindia-Belanda ini nampaknya seakan tidak peduli dengan perubahan suasana di sekitarnya. Seakan tidak peduli dengan teriknya hawa dipinggir pantai Tanjung Priok, kerasnya kehidupan pelabuhan dan hilir mudiknya kendaraan besar seperti kontainer bahkan semrawutnya terminal bus di depannya.
Tetapi kita masih dapat membayangkan betapa artistiknya seni perpaduan antara gaya neo klasik dengan gaya kontemporer. Tak aneh jika bangunan ini pernah berjaya, sebagai salah satu stasiun kebanggaan warga Batavia di era akhir abad ke-18.
Semakin masuk ke dalam bangunan stasiun itu, kondisi bangunan yang memprihatinkan itu semakin terkuak. Atap bangunan yang menjadi saksi perkembangan kota Jakarta ini sudah terlepas di sana-sini. Kaca-kaca dan kerangka atap bangunan sudah mulai lekang dimakan usia. Areal peron sebagian sudah tidak terawat bahkan di sisi barat sudah dipenuhi oleh para tunawisma.
Kemunduran fisik stasiun itu bermula ketika ia tidak berfungsi lagi sebagai stasiun penumpang pada awal Januari 2000. Pengebirian fungsi itu membuat pemasukan dana dari tiket peron semakin berkurang. Inilah yang menyebabkan PT Kereta Api (Persero) menyewakan ruangan yang ada di depan bangunan stasiun. Maka bagian depan stasiun pun terisi pemandangan kantor-kantor jasa seperti penjualan tiket kapal laut, pengiriman barang hingga jasa penukaran uang asing sebelum akhirnya PT Kereta Api Indonesia memutuskan membuka kembali stasiun Tanjung Priok sebagai stasiun penumpang pada tahun 2009.
Persiapan dilakukan pada bulan November-Desember 2008 dengan dilaksanakannya renovasi besar-besaran terhadap fisik bangunan stasiun. Selanjutnya, proyek diteruskan dengan rehabilitasi fasilitas track serta pembangunan perangkat sinyal elektrik pada awal tahun 2009. Pada tanggal 28 Maret 2009, stasiun Tanjung Priok dapat kembali difungsikan dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kereta Yang Berangkat

  • Kertajaya :Tanjung Priok-Pasar turi
  • KRL Jabotabek:(Tanjung Priok-Bekasi)
  • Lokal: (Tanjung Priok-Bekasi-Kedunggedeh-Cikampek/Purwakarta)

 Potret Buram

ALUNAN musik dangdut menyentak keras dari puluhan warung tenda yang berjejer di bantaran rel Kereta Api Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara. 

Dinginnya malam serasa menusuk tulang, tidak menghalangi beberapa wanita yang membalut tubuh mereka dengan pakaian minim nan seronok. Wangi parfum menyengat serta bedak tebal dan warna lipstik merah menyala seakan menantang siapa pun yang melihat. 

Tak peduli, di antara mereka tampak sudah tak muda lagi, tapi demi sesuap nasi, kulit keriput pun tak jadi soal untuk bersaing dengan yang bening. Para wanita itu adalah penjaja Seks Komersial yang biasa mangkal di bantaran rel Kereta Api Stasiun Tanjung Priok. Mereka berusaha menarik perhatian para lelaki hidung belang yang berseliweran. 

Sesekali terdengar tawa mereka yang sengaja dibuat manja dan menggoda, berharap para kaum adam bisa sedikit melirik. Ada juga yang mencoba merayu dengan siulan-siulan kecil. 

"Pssst..pssst..Mau ke mana, Mas," panggil salah seorang wanita paruh baya pada beberapa pria yang lewat di depannya. Ia berusaha melempar senyum paling menggoda yang dimilikinya, dengan mata yang tak kalah nakalnya. 

Pela-pela, demikian nama tempat mangkal para wanita penghibur itu. Pela-pela terletak tepat di bantaran rel kereta api Stasiun Tanjung Priok. 

Menurut salah satu pengunjung, Mamang, 60, Pela-Pela merupakan singkatan dari pelacur-pelacur "Mungkin disebut gitu, karena banyak pelacurnya," ujarnya. 

Sarkastis memang nama itu, tapi tak ada yang peduli. Paling penting, satu pihak menerima kepuasan, dan yang lainnya mendapat sedikit uang untuk sekadar bertahan hidup. 

Tidak ada yang tahu persis kapan Pela-pela menjadi kawasan prostitusi. Semua datang dan pergi, seakan sudah saling tahu kemana harus melangkahkan kaki jika ingin mendapatkan kenikmatan yang dicari. 

"Sejak tahun 70an seinget saya sih sudah ada," jelas Mamang. Setiap malam, ratusan PSK menjajakan jasanya kepada pengunjung yang rata-rata pria. 

Kebanyakan pria yang datang, berusia diatas 30 tahun. Banyak warung tenda yang berdiri di daerah ini. Rata-rata menyediakan berbagai minuman keras, dari anggur cap orang tua, anggur rajawali sampai vodka. 

Tampak beberapa wanita bercengkrama sambil menemani teman kencannya menikmati anggur Rajawali di warung milik bu Inah,45. Salah satu wanita itu bernama Erni, 32, yang mengaku berasal dari Aceh. 

Teman kencannya, Naldi, 52, berusaha menawari Erna segelas anggur Rajawali. "Aku gak mau kalau minum (anggur) Rajawali, takut terbang. Kalau Vodka aku mau," canda Erni. 

Menurut pengakuannya kepada mediaindonesia.com, ibu dengan satu anak ini baru empat bulan mangkal di Pela-Pela. "Pertama kali ke Jakarta ketemu sama Inah,akhirnya ya sekarang saya kerja dis ini," ujarnya sambil menenggak segelas bir. 

Erni saat ini tinggal di sebuah rumah bedeng tidak jauh dari Pela-Pela, bersama anaknya yang masih balita. Ketika Erni sedang bekerja, sang anak dititipkan ke tetangganya dengan tarif Rp25.000 per hari. 

Dia terpaksa menjadi ibu sekaligus ayah bagi anaknya seak dirinya bercerai tiga tahun yang lalu. Penghasilan Erni tiap malamnya tidak menentu, kadang Rp200 ribu, tidak jarang pula dia mendapatkan kurang dari Rp200 ribu. Wanita berkulit putih ini memasang tarif Rp60.000 termasuk kamar. Kamar yang disediakan berbentuk tenda beratapkan terpal, berukuran 1,5 X 2 meter. 

Sementara, Ani,19, memasang tarif Rp80 ribu untuk sekali kencannya. Dia sudah setahun menjadi penghuni Pela-pela. Awalnya, Ani datang ke Jakarta karena diajak teman satu kampungnya di Cirebon. 

Temannya menjanjikan pekerjaan di Jakarta dengan penghasilan yang tinggi. Namun, dia terperangkap di tempat prostitusi ini, karena tidak mempunyai keahlian. "Kalau saya pinter gak mungkin di sini. SD saja saya tidak lulus," tutur Ani sambil menghisap rokok kreteknya. 

Tarif PSK di sini berbeda-beda, semakin muda tarifnya semakin mahal, hingga mencapai Rp100 ribu.

"Tapi biasanya yang muda kadang rese, gak sabaran. Kalau yang sudah berumur biasanya lebih sabar dan pelayanannya lebih maksimal," jelas Ipah, pemilik warung. Ipah berjualan di warung tenda belum genap 10 tahun. Sebelumnya, wanita asal Indramayu ini berjualan jamu bersama sang suami di daerah Warakas, Jakarta Utara. 

Ipah berujar, kawasan Pela-Pela selama ini relatif aman dari penertiban. Setiap harinya, dia harus membayar Rp 5000 kepada koordinator wilayah. Selain itu, wanita paruh baya ini harus mengeluarkan Rp 5.000 setiap minggu dan Rp10.000 setiap bulan. Itu masih di luar Rp90 ribu per bulan untuk membayar listrik jika warung tenda dilengkapi dengan audio musik. 

"Makanya aman dari gusuran, semuanya dapat, termasuk kelurahan," kata Ipah. Tidak lama kemudian, datang seseorang pria berumur 20 tahunan, datang menghampiri bu Ipah untuk mengambil setoran harian. "Itu saya kasih lima ribu," bisiknya. 

Di Pela-pela ini, ada juga jasa pemijatan dengan tarif Rp20 ribu untuk sekali pijat. Letaknya di bantaran rel kereta api di samping stasiun Tanjung Priok. Mereka memijat hanya beralaskan tikar dan beratapkan langit. Rata-rata pemijat disini berusia 40 tahun ke atas. 

"Pijatannya enak, tapi uda tua semua. Tapi kita harus tahan malu sama orang lain yang lewat, soalnya kita dipijat cuma pakai kolor saja," jelas Joni salah satu pengunjung. 

Malam semakin larut, namun kehidupan malam di Pela-pela tetap berlanjut. Ani, Erni, dan penghuni Pela-pela lainnya berharap tempat ini tidak pernah sepi demi kelangsungan hidup mereka. 

Begitulah wajah Pela-pela, selalu ramai di malam hari seakan hendak menyembunyikan potret buram Stasiun Tanjung Priok di malam hari.

Sayang sekali jika tempat yang penuh dengan sejarah ini dijadikan tempat menjajakan diri oleh para pekerja seks. Perhatian dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk tetap menjaga isi atau sejarah dari stasiun tersebut.

Tapi apalah daya, disana banyak sekali orang yang bekerja untukmencari sesuap nasi walaupun dengan cara yang haram. Semoga Dapat Bermanfaat Bagi kita semua sampai jumpa ...
0 Komentar untuk "SEJARAH BERDIRINYA STASIUN TANJUNG PRIOK"

Peraturan Dan Kebijakan Berkomentar

[-]Dilarang Berpromosi Tentang Obat Kuat,Jamu Dan Lainnya
[-]Dilarang Berkomentar Yang Bermodus Bisnis,Uang Dari Internet Dan
Lainya
[-]Dilarang Berkomentar Berbau Pornografi,Seksualitas Dan Sebagainya
[-]Dilarang Berkomentar Tentang Melecehkan Agama,Budaya,Suku Dll

Back To Top